2.4 Faktor Penyebab Timbulnya Risiko
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), mengelola rantai pasok bukanlah suatu
hal yang mudah dan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan karena pada rantai
pasok melibatkan banyak pihak di dalam ataupun di luar perusahaan serta cakupan
kegiatan dari rantai pasok yang sangat luas sehingga menjadikan struktur rantai
pasok menjadi lebih kompleks dan menjadikan rantai pasok lebih rentan terhadap risiko.
Berdasarkan
kajian literatur, faktor penyebab dari timbulnya risiko dapat bermacam-macam. Tingginya
ketidakpastiaan dalam pasokan dan permintan, siklus hidup dari produk dan
teknologi semakin pendek, peningkatan penggunaan distribusi, manufaktur, dan
mitra logistik dapat dikatakan sebagai penyebab dari risiko itu timbul (Skipper dan Hanna, 2009).
Menurut Sinha dkk (2004), penyebab dari timbulnya
risiko dapat disebabkan oleh kurangnya
kepercayaan pada rekanan bisnis, memiliki sifat yang sangat bergantung pada aktivtas
outsourcing, kurangnya koordinasi dengan pembeli dan pemasok.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko timbul
dapat disebabkan oleh beberapa penyebab di antaranya adalah perubahan
teknologi, dan persaingan yang semakin meluas. Kedua faktor tersebut memiliki
pengaruh yang cukup besar atas terjadinya risiko.
Menurut Punniyamoorthy (2013), risiko dapat
berpotensi timbul diakibatkan oleh beberapa penyebab antara lain: jaringan
rantai pasok yang semakin kompleks, interaksi antar organisasi yang berbeda di
dalam jaringan rantai pasok, tingginya ketergantungan dengan pemasok, situasi
lingkungan yang semakin dinamis, pendeknya life cycle dari sebuah produk.
Menurut Hadavale dan Alexander (2009), penyebab dari timbulnya
risiko pada rantai pasok disebabkan oleh adanya ketidakpastiaan yang melekat
dalam rantai pasok. Ketidakpastiaan terbesar dalam rantai pasok terdiri dari :
ketidakpastiaan permintaan, ketidakpastiaan kapasitas, ketidakpastiaan waktu
pengiriman, perubahan teknologi, perubahan kondisi pasar, persaingan, isu
politik, dan peraturan pemerintah.
Menurut Norrman dan Jansson (2004), risiko yang
terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan outsourcing, globalisasi dalam
rantai pasok, mengurangi pasokan, life
cycles dari sebuah produk semakin singkat, mengurangi buffers seperti persediaan dan lead
time, kapasitas yang terbatas.
2.5
Risiko Rantai Pasok
Risiko dianggap ada
apabila suatu peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa dampak pada
terganggunya aliran rantai pasok. Pengaruhnya dapat diukur dengan mengalikan
frekuensi kejadian dan dampak dari kejadian tersebut (Mills, 2001).
Secara umum, definisi
risiko adalah tingkat dari ketidakpastiaan dan dampak dari suatu kejadian (Sinha dkk, 2004). Risiko juga
dapat didefinisikan sebagai sesuatu ancaman yang mungkin terjadi untuk
mengganggu aktivitas normal atau aktivitas yang telah direncanakan. Risiko
dapat datang dalam bentuk berbeda dan risiko dapat muncul di setiap titik jaringan
rantai pasok.
Dalam konteks rantai
pasok, risiko dapat didefinisikan secara luas dan berbeda. Berdasarkan kajian
literatur, ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mendefinisikan risiko
rantai pasok menurut sudut pandang para peneliti, salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Waters (2007). Menurut Waters (2007), risiko dalam rantai pasok sebagai
suatu kejadian yang tidak terduga terjadi dan kejadian tersebut akan berdampak
pada terganggunya aliran material selama perjalanan dari pemasok sampai ke
pelanggan terakhir.
Menurut Zsidisin dkk (2004), risiko rantai
pasok merupakan potensi terjadinya insiden yang dikaitkan dengan inbound supply yang disebabkan oleh
kegagalan pemasok atau pasokan yang berada di pasar yang hasilnya berbentuk
ketidakmampuan perusahaan pembelian untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sedangkan
Peck dkk (2003), definisi risiko rantai pasok adalah risiko dari aliran
produk, informasi, bahan baku dari pemasok hingga pengiriman produk akhir.
Risiko pada rantai pasok juga bisa didefinisikan sebagai terjadinya suatu
kejadian yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Timbulnya risiko akan
membawa permasalahan operasional, kerugian secara financial, bahkan dapat menghentikan kelangsungan bisnis. Seperti
yang dialami oleh perusahaan Ericsson yang tidak dapat memenuhi permintaan
konsumen disebabkan oleh peristiwa kebakaran yang terjadi pada pemasok
utamanya, sehingga Ericsson menderita kerugian sebesar US $2.34 miliyar (Sheffi, 2005). Menurut Feng dan Mei (2011), gangguan
risiko pada rantai pasok dapat membawa beberapa permasalahan seperti lamanya lead-time, kekurangan material, biaya
yang semakin meningkat, tidak dapat memenuhi pelanggan.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko
memiliki tiga komponen-komponen antara lain :
1. Peluang
terjadinya kejadian.
2. Konsekuensi
dari terjadinya suatu kejadian.
3. Hubungan
sebab akibat yang menyebabkan kejadian risiko.
Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi
dengan datangnya risiko antara lain :
- Risiko tertundanya pengiriman material akan menyebabkan berhentinya proses aktivitas produksi.
- Risiko kenaikan biaya dari bahan baku akan menyebabkan pelanggan mencari barang subtitusi.
- Risiko kenaikan biaya juga dapat menyebabkan perpindahan tempat operasional dan mencari transportasi.
- Risiko dari kerusakan salah satu mesin produksi di pabrik dapat menyebabkan terhentinya aktivitas produksi sementara sehingga menyebabkan pekerja mengganggur, tidak mampu memenuhi keinginan pelanggan.
2.6
Sumber Risiko Rantai Pasok.
Sumber
risiko tidak dapat diprediksi secara pasti dan ketika risiko itu datang akan
membawa dampak pada aliran rantai pasok. Berdasarkan penyebabnya, sumber risiko
dapat dikategorikan. Sumber risiko sendiri dapat dikategorikan menjadi 5
kategori yaitu risiko berasal dari lingkungan eksternal, risiko berasal dari
industri, risiko berasal dari rantai pasok, risiko berasal dari hubungan dengan
rekanan bisnis, risiko berasal dari aktivitas di dalam organisasi (Olson dan Wu, 2010).
Berdasarkan
penelitian terdahulu, risiko dalam rantai pasok dapat dikategorikan berbeda. Menurut
Jüttner (2005), sumber risiko
dapat dikategorikan menjadi 5 kategori, yaitu:
1. Risiko
Lingkungan
Risiko berasal dari lingkungan luar
(di luar rantai pasok). Risiko-risiko ini disebabkan oleh gangguan politik,
bencana alam, dan serangan teroris.
2. Risiko
Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko pasokan disebabkan oleh ketidakpastiaan yang selalu melekat pada
rantai pasok. Risiko pasokan bisa terjadi dari aktivitas dari pemasok dan
hubungan dengan pemasok.
3. Risiko
Permintaan
Risiko permintaan berasal dari aliran
logistik dan permintaan dari suatu produk. Permintaan suatu produk disebabkan
oleh life cycles dari suatu produk
semakin pendek.
4. Risiko
Proses
Risiko proses berasal dari
aktivitas perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan dan
ketergantungan pada sistem IT.
5. Risiko
Kontrol
Risiko kontrol berasal dari
aktivitas di dalam perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan
membuat kebijakan seperti kesalahan pada perencanaan batch size.
Menurut
Water (2007), sumber risiko dapat dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu:
1. Risiko
internal berasal dari operasi suatu organisasi.
- Risiko bisa terjadi karena kerusakan sistem informasi, kesalahan manusia, kualitas yang buruk.
- Risiko bisa terjadi akibat dari keputusan manager seperti kesalahan pada waktu menentukan batch sizes, menentukan besar kecilnya safety stock.
2. Risiko
rantai pasok dari eksternal organisasi tetapi masih berada dalam rantai pasok.
- Risiko timbul dari pemasok yang disebabkan oleh lead time yang panjang, Ketidaktersediaan material, permasalahan pengiriman, tindakan industri.
- Risiko timbul dari pelanggan yang disebabkan oleh ketidakstabilan permintaan dari pelanggan, keterlambatan pembayaran, permasalahan dalam proses pesanan.
3. Risiko
eksternal berasal dari luar rantai pasok yang timbul dari interaksi dengan
lingkungan seperti peraturan, bencana alam, kecelakaan, dan cuaca yang ekstrem.
Sedangkan menurut Christopher dan Peck (2004), sumber risiko
dapat dikategorikan ke dalam 5 kategori antara lain :
1. Risiko
Proses
Risiko yang timbul dari internal
perusahaan. Risiko proses timbul akibat adanya gangguan selama proses yang
terjadi di dalam aktivitas perusahaan.
2. Risiko
Kontrol
Risiko berasal dari internal
perusahaan. Risiko timbul akibat dari kesalahan aturan-aturan.
3. Risiko
Permintaan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko permintaan akibat dari gangguan aliran dari bahan baku, produk,
dan informasi.
4. Risiko
Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko pasokan akibat dari terganggunya aliran produk dan informasi
berasal dari dalam jaringan upstream perusahaan.
5. Risiko
lingkungan
Risiko lingkungan ini berasal dari
luar perusahaan dan rantai pasok.
Risiko akibat dari kejadian tak
terduga yangbisa terjadi dan jika kejadian ini terjadi akan berdampak pada
perusahaan. Kejadian yang membawa dampak bagi perusahaan antara lain: kejadian ekonomi,
kejadian politik, dan kejadian teknologi.
Menurut Cucchiella dan Gastaldi (2006), risiko dapat
dikategorikan menjadi 2 kategori antara lain :
- Risiko internal diakibatkan oleh variasi kapasitas, peraturan, tertundanya material, dan faktor organisasi.
- Risiko eksternal diakibatkan oleh harga di pasaran, tindakan pesaing, tekanan harga, kualitas dari pemasok, dan isu politik.
Menurut Punniyamoorthy (2013), sumber risiko
dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu :
1. Risiko
Pasokan
Terjadinya suatu gangguan akibat
dari suatu kejadian yang merugikan dalam pasokan secara inbound yang secara langsung mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
2.
Risiko Manufacturing
Risiko ini menyebabkan ketidakefisienan
rantai pasok juga membawa dampak pada kinerja rantai pasok semakin menurun.
3. Risiko
Permintaan
Risiko permintaan merupakan hasil
dari gangguan dari operasi rantai pasok yang berada di downstream.
4. Risiko
logistik
Risiko pada lingkup ini didefinisikan
sebagai potensi gangguan aliran dari material, informasi, dan uang.
5. Risiko
Informasi
Risiko informasi timbul dikarenakan
ketidaktersediaan informasi, struktur informasi mengalami breakdown, dan keamanan sistem informasi.
6. Risiko
Lingkungan
Risiko ini timbul dari interaksi
antara jaringan rantai pasok dan lingkungan. Risiko yang bisa timbul karena
bencana alam, kurangnya ketersediaan para pekerja, pemogokan tenaga kerja, dan
krisis ekonomi.
Menurut
Pfohl dkk (2011),
sumber risiko dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori antara lain :
1. Risiko
yang timbul dari dalam perusahaan.
Risiko
yang timbul dari dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu risiko proses
dan risiko kontrol.
- Risiko proses dapat digambarkan sebagai gangguan di dalam aktivitas dari perusahaan seperti penundaaan produksi atau kehilangan sumber daya operasi.
- Risiko kontrol meliputi gangguan dari sistem manajamen serta keputusan yang tidak tepat dalam mengkoordinasikan proses dan pemasok dan pelanggan seperti kesalahan dalam merencanakan lot sizes atau kesalahan intruksi.
2. Risiko
yang berasal dari rantai pasok.
Risiko yang mungkin bisa terjadi
antara lain: risiko pasokan dan risiko permintaan
- Risiko pasokan berdasarkan gangguan yang diakibatkan oleh kehilanggan pemasok utama.
- Risiko permintaan dikaitkan dengan permintaan dari pelanggan atau permintaan seasonal mengalami fluktasi.
3. Risiko
diluar rantai pasok atau risiko lingkungan.
Risiko
ini disebabkan oleh bencana alam, dan serangan teroris.
Menurut
Tang (2006) mengkategorikan
risiko rantai pasok ke dalam 2 kategori antara lain :
1. Risiko
operasi.
Risiko ini dikaitkan dengan
ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok seperti permintaan, pasokan,
dan biaya.
2. Risiko
gangguan.
Risiko gangguan ini dapat
disebabkan oleh bencana alam dan krisis ekonomi.
2.7
Supply Chain Risk Management (SCRM)
Banyak kejadian yang
terjadi dalam rantai pasok dan kejadian tersebut menyebabkan permasalahan
operasional dan terhentinya aktivitas bisnis. Seperti kejadian yang dialami
oleh Ericsson pada tahun 2000, Ericsson mengalami kegagalan untuk memenuhi
permintaan pelanggan akibat peristiwa kebakaran yang dialami oleh pemasok
sehingga perusahaan harus menghadapi kerugian sebesar $2.34 miliyar (Kayis and Karningsih, 2012). Dari
pengalaman yang dialami oleh perusahaan Ericsson menunjukkan bahwa risiko memiliki
dampak yang merugikan dan berakibat pada kerugian secara financial.
Jika risiko yang timbul
berpotensi mempengaruhi kelancaran aliran rantai pasok, maka risiko tersebut
perlu dilakukan penanganan yang baik melalui pendekatan yang sistematis dan
terstruktur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan tersebut dikenal
dengan istilah manajemen risiko rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok
(SCRM) telah menjadi perhatian utama dan menjadi salah satu bagian untuk
mengelola rantai pasok.
Mengelola risiko rantai
pasok penting dilakukan untuk memastikan langkah-langkah yang tepat diambil
sehingga konsekuensi yang merugikan dari gangguan rantai pasok bisa dihindari
dan diminimalkan (Kayis and Karningsih, 2012). Manajemen
risiko rantai pasok adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi, menilai,
dan merespon risiko di sepanjang organisasi (Waters, 2007)
Menurut Norrman dan Jansson (2004), manajemen
risiko rantai pasok dapat berjalan dengan baik apabaila ada kolaborasi antara
anggota-anggota yang berada dalam rantai pasok untuk menerapkan proses manajemen
risiko rantai pasok secara bersama-sama sebagai alat untuk berurusan dengan
risiko dan ketidakpastiaan yang disebabkan oleh aktivitas logistik. Tujuan dari
manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba menghindari dampak
yang sangat merugikan dari terjadinya suatu kejadian yang dapat dimiliki oleh
rantai pasok.
Menurut Peck dkk (2003), definisi
manajemen risiko rantai pasok adalah proses identifikasi dan manajemen risiko
rantai pasok melalui pendekatan yang terkoordinasi dengan anggota-anggota
rantai pasok untuk mengurangi kerentanan pada rantai pasok secara keseluruhan.
Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mampu mengidentifikasi sumber risiko
dan mengimplementasikan tindakan untuk menghindari kerentanan pada rantai
pasok. Selain itu, manajemen risiko rantai pasok memiliki tujuan untuk
mengurangi probabilitas dari kejadian risiko terjadi dan meningkatkan kemampuan
untuk kembali pulih dari gangguan risiko (Pujawan dan Geraldin 2009).
Secara umum, menurut Kayis dan Karningsih (2012) proses manajemen risiko rantai pasok
terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1. Identifikasi
Risiko
Tahapan ini untuk mengidentifikasi
potensi risiko dan sumber risiko melalui pemahaman kondisi internal dan
eksternal dan semua aktivitas.
2. Penilaian
Risiko
Tahapan ini untuk menentukan dampak
risiko yang teridentifikasi dari tahapan sebelumnya.
3. Evaluasi
Risiko
Menentukan prioritas risiko menurut
dampak dan kiterianya (keuntungan biaya,
ketersediaan sumber daya).
4. Mitigasi
Risiko
Menentukan tindakan untuk berurusan
dengan risiko.
Identifikasi risiko
adalah tahapan pertama dalam manajemen risiko rantai pasok. Pada tahapan ini
akan mengidentifikasi rincian potensial risiko sehingga akan mempermudah para pengambil
keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam berurusan risiko (Waters,
2007). Tujuan dari identifikasi risiko adalah mengidentifikasi daerah yang
terkena potensi risiko, potensial risiko, dan penyebab risiko di sekitar proses
bisnis perusahaan. Namun, proses identifikasi risiko tidak hanya
mengidentifikasi potensial risiko serta sumber risiko, tetapi juga harus
mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa risiko dalam jaringan rantai pasok
(Kayis dan Karningsih,
2012).
Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola
risiko rantai pasok sangat sulit karena masing-masing risiko saling berhubungan
sehingga saat melakukan strategi mitigasi pada salah satu risiko dapat
menyebabkan munculnya risiko baru atau membawa dampak pada risiko lainnya. Dengan
demikian, pemahaman yang baik tentang variasi sumber risiko dan keterkaitan
risiko rantai pasok akan membantu memahami dampak pada jaringan rantai pasok
sehingga memudahkan manager perusahaan mengambil tindakan strategi untuk
mengurangi risiko yang bisa terjadi di dalam perusahaan (Chopra dan Sodhi, 2004).
Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system
(SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko
dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan
menggunakan teknik knowledge based system
(KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar
rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.
Pfohl dkk (2011) mengusulkan
model yang dapat menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model
tersebut dikenal dengan interpretive
structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk
mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai
pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan,
risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal
dari luar rantai pasok.
Tahap selanjutnya dari
proses manajemen risiko rantai pasok adalah penilaian risiko. Tujuan dari
penilaian risiko untuk mengevaluasi peluang terjadinya suatu kejadian dan
memperkirakan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari risiko. Selain itu,
tujuan dari penilaian risiko untuk memberikan informasi yang mendalam tentang
risiko yang telah teridentifikasi dalam rangka untuk mengurangi dampak dan
kemungkinan serta menyiapkan rencana contigency (Baird, 1986).
Penelitian terdahulu
mengenai penilaian risiko pernah dikaji oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) dengan
mengembangkan metodologi analytic
hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko. Metode AHP digunakan untuk
memprioritaskan tujuan dari rantai pasok, mengidentifikasi indikator risiko,
menilai potensi dampak dari kejadian negatif, dan hubungan sebab-akibat
sepanjang rantai.
Berenji dan Anantharaman (2011) mengusulkan
metodologi untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dalam rantai pasok
menggunakan metode Fuzzy Analytic Network
Process dan Fuzzy TOPSIS. Metode
Fuzzy Analytic Network Process digunakan untuk menggambarkan hubungan
keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok, sedangkan untuk Fuzzy TOPSIS
merupakan metode yang digunakan untuk memilih anggota yang berada di dalam
rantai pasok yang memiliki risiko terbesar.
Langkah terakhir,
strategi mitigasi risiko dimana data yang dikumpulkan dan diperoleh dari tahap
sebelumnya. Tujuan dari strategi mitigasi risiko untuk mengambil tindakan yang
dianggap tepat dan akurat untuk mengurangi probabilitas terjadinya risiko dan
mengurangi dampak dari kejadian risiko.
Strategi mitigasi dapat dicapai apabila ada koordinasi dengan
anggota-anggota yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok.
Berdasarkan hasil
kajian literatur, penelitian terdahulu yang membahas tentang strategi mitigasi
risiko pernah dilakukan oleh Pujawan dan Geraldin (2009) yang mengembangkan
metodologi untuk strategi mitigasi risiko dengan pendekatan model House of risk. Pendekatan House of risk merupakan model yang
menggabungkan konsep FMEA dan HOQ. Pendekatan bertujuan untuk mengidentifikasi
risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi probabilitas kemuculan dari
penyebab risiko dengan memberikan tindakan pencegahan pada penyebab risiko.
Sinha dkk (2004) mengusulkan
metodologi untuk mitigasi risiko rantai pasok. Model ini melibatkan proses
aktivitas dari identifikasi, menganalisis, solusi perencanaan dan implementasi,
analisis FMEA, dan melakukan perbaikan terus-menerus. Kelima aktivitas tersebut
dimodelkan dalam model IDEFO dimana setiap aktivitas memiliki imput, output,
mekanisme, dan kontrol. Model ini akan diterapkan pada industri dirgantara.
2.8
Keterkaitan Risiko Rantai Pasok
Identifikasi risiko
merupakan tahapan penting dalam manajemen risiko rantai pasok. Identifikasi
risiko dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengidentifikasi risiko dan
sumber risiko yang mungkin terjadi di dalam jaringan rantai pasok. Namun,
proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi potensial risiko serta
sumber risiko, tetapi juga harus mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa
risiko dalam jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih,
2012).
Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola
risiko dalam rantai pasok bukanlah hal yang mudah karena masing-masing risiko
memiliki keterkaitan dan masing-masing risiko memiliki hubungan sebab-akibat.
Identifikasi hubungan sebab-akibat sangat penting karena ada pengaruh
tersembunyi dari risiko yang berkaitan dengan risiko lain yang menyebabkan
kerusakan secara subtansial. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang
variasi sumber risiko dan keterkaitan risiko rantai pasok akan membantu dalam
memahami dampak pada jaringan rantai pasok sehingga memudahkan manager perusahaan
mengambil tindakan strategi untuk mengurangi risiko yang bisa terjadi di dalam
perusahaan.
Menurut Kayis dan Karningsih (2012) berpendapat
bahwa dengan memahami lingkungan manufaktur yang berbeda dalam jaringan rantai
pasok sangat penting untuk mengidentifikasi potensi risiko pada rantai pasok.
Risiko pada rantai pasok tidak hanya diidentifikasi sebagai peristiwa yang
terisolasi karena adanya keterkaitan dengan risiko lain itu penting untuk
memahami dampaknya terhadap seluruh jaringan rantai pasok.
Berdasarkan hasil
kajian literatur, keterkaitan risiko rantai pasok pernah diteliti oleh beberapa
penelitian terdahulunya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) yang
mengusulkan metode Analytical hierarchy
process (AHP) untuk menilai risiko pada rantai pasok. AHP akan digunakan
untuk memprioritaskan tujuan rantai pasok, mengidentifikasi keterkaitan risiko,
menilai potensial dampak dari kejadian risiko, dan menganalisis hubungan sebab
akibat di sepanjang rantai pasok.
Pfohl dkk (2011) mengusulkan
model yang dapat menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model
tersebut dikenal dengan interpretive
structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk
mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai
pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan,
risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal
dari luar rantai pasok.
Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system
(SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko
dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan
menggunakan teknik knowledge based system
(KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar
rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar