Kamis, 06 Juni 2013

Tinjauan Pustaka



2.4 Faktor Penyebab Timbulnya Risiko
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), mengelola rantai pasok bukanlah suatu hal yang mudah dan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan karena pada rantai pasok melibatkan banyak pihak di dalam ataupun di luar perusahaan serta cakupan kegiatan dari rantai pasok yang sangat luas sehingga menjadikan struktur rantai pasok menjadi lebih kompleks dan menjadikan rantai pasok lebih  rentan terhadap risiko.
Berdasarkan kajian literatur, faktor penyebab dari timbulnya risiko dapat bermacam-macam. Tingginya ketidakpastiaan dalam pasokan dan permintan, siklus hidup dari produk dan teknologi semakin pendek, peningkatan penggunaan distribusi, manufaktur, dan mitra logistik dapat dikatakan sebagai penyebab dari risiko itu timbul (Skipper dan Hanna, 2009).
Menurut Sinha dkk (2004), penyebab dari timbulnya risiko dapat disebabkan oleh  kurangnya kepercayaan pada rekanan bisnis, memiliki sifat yang sangat bergantung pada aktivtas outsourcing, kurangnya koordinasi dengan pembeli dan pemasok.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko timbul dapat disebabkan oleh beberapa penyebab di antaranya adalah perubahan teknologi, dan persaingan yang semakin meluas. Kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar atas terjadinya risiko.
Menurut Punniyamoorthy (2013), risiko dapat berpotensi timbul diakibatkan oleh beberapa penyebab antara lain: jaringan rantai pasok yang semakin kompleks, interaksi antar organisasi yang berbeda di dalam jaringan rantai pasok, tingginya ketergantungan dengan pemasok, situasi lingkungan yang semakin dinamis, pendeknya life cycle dari sebuah produk.
Menurut Hadavale dan Alexander (2009), penyebab dari timbulnya risiko pada rantai pasok disebabkan oleh adanya ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok. Ketidakpastiaan terbesar dalam rantai pasok terdiri dari : ketidakpastiaan permintaan, ketidakpastiaan kapasitas, ketidakpastiaan waktu pengiriman, perubahan teknologi, perubahan kondisi pasar, persaingan, isu politik, dan peraturan pemerintah.
Menurut Norrman dan Jansson (2004), risiko yang terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan outsourcing, globalisasi dalam rantai pasok, mengurangi pasokan, life cycles dari sebuah produk semakin singkat, mengurangi buffers seperti persediaan dan lead time, kapasitas yang terbatas.

2.5 Risiko Rantai Pasok
Risiko dianggap ada apabila suatu peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa dampak pada terganggunya aliran rantai pasok. Pengaruhnya dapat diukur dengan mengalikan frekuensi kejadian dan dampak dari kejadian tersebut (Mills, 2001).
Secara umum, definisi risiko adalah tingkat dari ketidakpastiaan dan dampak dari suatu kejadian (Sinha dkk, 2004). Risiko juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu ancaman yang mungkin terjadi untuk mengganggu aktivitas normal atau aktivitas yang telah direncanakan. Risiko dapat datang dalam bentuk berbeda dan  risiko dapat muncul di setiap titik jaringan rantai pasok.
Dalam konteks rantai pasok, risiko dapat didefinisikan secara luas dan berbeda. Berdasarkan kajian literatur, ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mendefinisikan risiko rantai pasok menurut sudut pandang para peneliti, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Waters (2007). Menurut Waters (2007), risiko dalam rantai pasok sebagai suatu kejadian yang tidak terduga terjadi dan kejadian tersebut akan berdampak pada terganggunya aliran material selama perjalanan dari pemasok sampai ke pelanggan terakhir.
Menurut Zsidisin dkk (2004), risiko rantai pasok merupakan potensi terjadinya insiden yang dikaitkan dengan inbound supply yang disebabkan oleh kegagalan pemasok atau pasokan yang berada di pasar yang hasilnya berbentuk ketidakmampuan perusahaan pembelian untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sedangkan Peck dkk (2003), definisi  risiko rantai pasok adalah risiko dari aliran produk, informasi, bahan baku dari pemasok hingga pengiriman produk akhir. Risiko pada rantai pasok juga bisa didefinisikan sebagai terjadinya suatu kejadian yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Timbulnya risiko akan membawa permasalahan operasional, kerugian secara financial, bahkan dapat menghentikan kelangsungan bisnis. Seperti yang dialami oleh perusahaan Ericsson yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen disebabkan oleh peristiwa kebakaran yang terjadi pada pemasok utamanya, sehingga Ericsson menderita kerugian sebesar US $2.34 miliyar (Sheffi, 2005). Menurut Feng dan Mei (2011), gangguan risiko pada rantai pasok dapat membawa beberapa permasalahan seperti lamanya lead-time, kekurangan material, biaya yang semakin meningkat, tidak dapat memenuhi pelanggan.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko memiliki tiga komponen-komponen antara lain :

1.      Peluang terjadinya kejadian.
2.      Konsekuensi dari terjadinya suatu kejadian.
3.      Hubungan sebab akibat yang menyebabkan kejadian risiko.
Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi dengan datangnya risiko antara lain :
  1. Risiko tertundanya pengiriman material akan menyebabkan berhentinya proses aktivitas produksi.
  2. Risiko kenaikan biaya dari bahan baku akan menyebabkan pelanggan mencari barang subtitusi.
  3. Risiko kenaikan biaya juga dapat menyebabkan perpindahan tempat operasional dan mencari transportasi.
  4. Risiko dari kerusakan salah satu mesin produksi di pabrik dapat menyebabkan terhentinya aktivitas produksi sementara sehingga menyebabkan pekerja mengganggur, tidak mampu memenuhi keinginan pelanggan.
2.6 Sumber Risiko Rantai Pasok.
Sumber risiko tidak dapat diprediksi secara pasti dan ketika risiko itu datang akan membawa dampak pada aliran rantai pasok. Berdasarkan penyebabnya, sumber risiko dapat dikategorikan. Sumber risiko sendiri dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu risiko berasal dari lingkungan eksternal, risiko berasal dari industri, risiko berasal dari rantai pasok, risiko berasal dari hubungan dengan rekanan bisnis, risiko berasal dari aktivitas di dalam organisasi (Olson dan Wu, 2010).
Berdasarkan penelitian terdahulu, risiko dalam rantai pasok dapat dikategorikan berbeda. Menurut Jüttner (2005), sumber risiko dapat dikategorikan menjadi 5 kategori, yaitu:
1.      Risiko Lingkungan
Risiko berasal dari lingkungan luar (di luar rantai pasok). Risiko-risiko ini disebabkan oleh gangguan politik, bencana alam, dan serangan teroris.
2.      Risiko Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko pasokan disebabkan oleh ketidakpastiaan yang selalu melekat pada rantai pasok. Risiko pasokan bisa terjadi dari aktivitas dari pemasok dan hubungan dengan pemasok.
3.      Risiko Permintaan
Risiko permintaan berasal dari aliran logistik dan permintaan dari suatu produk. Permintaan suatu produk disebabkan oleh life cycles dari suatu produk semakin pendek.
4.      Risiko Proses
Risiko proses berasal dari aktivitas perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan dan ketergantungan pada sistem IT.
5.      Risiko Kontrol
Risiko kontrol berasal dari aktivitas di dalam perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan membuat kebijakan seperti kesalahan pada perencanaan batch size.

Menurut Water (2007), sumber risiko dapat dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu:
1.      Risiko internal berasal dari operasi suatu organisasi.
  • Risiko bisa terjadi karena kerusakan sistem informasi, kesalahan manusia, kualitas yang buruk.
  •  Risiko bisa terjadi akibat dari keputusan manager seperti kesalahan pada waktu menentukan batch sizes, menentukan besar kecilnya safety stock.
2.      Risiko rantai pasok dari eksternal organisasi tetapi masih berada dalam rantai pasok.
  • Risiko timbul dari pemasok yang disebabkan oleh lead time yang panjang, Ketidaktersediaan material, permasalahan pengiriman, tindakan industri.
  • Risiko timbul dari pelanggan yang disebabkan oleh ketidakstabilan permintaan dari pelanggan, keterlambatan pembayaran, permasalahan dalam proses pesanan.

3.      Risiko eksternal berasal dari luar rantai pasok yang timbul dari interaksi dengan lingkungan seperti peraturan, bencana alam, kecelakaan, dan cuaca yang ekstrem.

Sedangkan menurut Christopher dan Peck (2004), sumber risiko dapat dikategorikan ke dalam 5 kategori antara lain :
1.      Risiko Proses
Risiko yang timbul dari internal perusahaan. Risiko proses timbul akibat adanya gangguan selama proses yang terjadi di dalam aktivitas perusahaan.
2.      Risiko Kontrol
Risiko berasal dari internal perusahaan. Risiko timbul akibat dari kesalahan aturan-aturan.
3.      Risiko Permintaan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko permintaan akibat dari gangguan aliran dari bahan baku, produk, dan informasi.
4.      Risiko Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko pasokan akibat dari terganggunya aliran produk dan informasi berasal dari dalam jaringan upstream perusahaan.
5.      Risiko lingkungan
Risiko lingkungan ini berasal dari luar perusahaan dan rantai pasok.
Risiko akibat dari kejadian tak terduga yangbisa terjadi dan jika kejadian ini terjadi akan berdampak pada perusahaan. Kejadian yang membawa dampak bagi perusahaan antara lain: kejadian ekonomi, kejadian politik, dan kejadian teknologi.

Menurut Cucchiella dan Gastaldi (2006), risiko dapat dikategorikan menjadi 2 kategori antara lain :
  1. Risiko internal diakibatkan oleh variasi kapasitas, peraturan, tertundanya material, dan faktor organisasi.
  2. Risiko eksternal diakibatkan oleh harga di pasaran, tindakan pesaing, tekanan harga, kualitas dari pemasok, dan isu politik.
Menurut Punniyamoorthy (2013), sumber risiko dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu :
1.      Risiko Pasokan
Terjadinya suatu gangguan akibat dari suatu kejadian yang merugikan dalam pasokan secara inbound yang secara langsung mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.      Risiko Manufacturing
Risiko ini menyebabkan ketidakefisienan rantai pasok juga membawa dampak pada kinerja rantai pasok semakin menurun.
3.      Risiko Permintaan
Risiko permintaan merupakan hasil dari gangguan dari operasi rantai pasok yang berada di downstream.
4.      Risiko logistik
Risiko pada lingkup ini didefinisikan sebagai potensi gangguan aliran dari material, informasi, dan uang.
5.      Risiko Informasi
Risiko informasi timbul dikarenakan ketidaktersediaan informasi, struktur informasi mengalami breakdown, dan keamanan sistem informasi.
6.      Risiko Lingkungan
Risiko ini timbul dari interaksi antara jaringan rantai pasok dan lingkungan. Risiko yang bisa timbul karena bencana alam, kurangnya ketersediaan para pekerja, pemogokan tenaga kerja, dan krisis ekonomi.

Menurut Pfohl dkk (2011), sumber risiko dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori antara lain :
1.      Risiko yang timbul dari dalam perusahaan.
Risiko yang timbul dari dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu risiko proses dan risiko kontrol.
  • Risiko proses dapat digambarkan sebagai gangguan di dalam aktivitas dari perusahaan seperti penundaaan produksi atau kehilangan sumber daya operasi.
  • Risiko kontrol meliputi gangguan dari sistem manajamen serta keputusan yang tidak tepat dalam mengkoordinasikan proses dan pemasok dan pelanggan seperti kesalahan dalam merencanakan lot sizes atau kesalahan intruksi.
2.      Risiko yang berasal dari rantai pasok.
Risiko yang mungkin bisa terjadi antara lain: risiko pasokan dan risiko permintaan
  • Risiko pasokan berdasarkan gangguan yang diakibatkan oleh kehilanggan pemasok utama.
  • Risiko permintaan dikaitkan dengan permintaan dari pelanggan atau permintaan seasonal mengalami fluktasi.
3.      Risiko diluar rantai pasok atau risiko lingkungan.
Risiko ini disebabkan oleh bencana alam, dan serangan teroris.

Menurut Tang (2006) mengkategorikan risiko rantai pasok ke dalam 2 kategori antara lain :
1.      Risiko operasi.
Risiko ini dikaitkan dengan ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok seperti permintaan, pasokan, dan biaya.
2.      Risiko gangguan.
Risiko gangguan ini dapat disebabkan oleh bencana alam dan krisis ekonomi.

2.7 Supply Chain Risk Management (SCRM)
Banyak kejadian yang terjadi dalam rantai pasok dan kejadian tersebut menyebabkan permasalahan operasional dan terhentinya aktivitas bisnis. Seperti kejadian yang dialami oleh Ericsson pada tahun 2000, Ericsson mengalami kegagalan untuk memenuhi permintaan pelanggan akibat peristiwa kebakaran yang dialami oleh pemasok sehingga perusahaan harus menghadapi kerugian sebesar $2.34 miliyar (Kayis and Karningsih, 2012). Dari pengalaman yang dialami oleh perusahaan Ericsson menunjukkan bahwa risiko memiliki dampak yang merugikan dan berakibat pada kerugian secara financial.
Jika risiko yang timbul berpotensi mempengaruhi kelancaran aliran rantai pasok, maka risiko tersebut perlu dilakukan penanganan yang baik melalui pendekatan yang sistematis dan terstruktur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan tersebut dikenal dengan istilah manajemen risiko rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok (SCRM) telah menjadi perhatian utama dan menjadi salah satu bagian untuk mengelola rantai pasok.
Mengelola risiko rantai pasok penting dilakukan untuk memastikan langkah-langkah yang tepat diambil sehingga konsekuensi yang merugikan dari gangguan rantai pasok bisa dihindari dan diminimalkan (Kayis and Karningsih, 2012). Manajemen risiko rantai pasok adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespon risiko di sepanjang organisasi (Waters, 2007)
Menurut Norrman dan Jansson (2004), manajemen risiko rantai pasok dapat berjalan dengan baik apabaila ada kolaborasi antara anggota-anggota yang berada dalam rantai pasok untuk menerapkan proses manajemen risiko rantai pasok secara bersama-sama sebagai alat untuk berurusan dengan risiko dan ketidakpastiaan yang disebabkan oleh aktivitas logistik. Tujuan dari manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba menghindari dampak yang sangat merugikan dari terjadinya suatu kejadian yang dapat dimiliki oleh rantai pasok.
Menurut Peck dkk (2003), definisi manajemen risiko rantai pasok adalah proses identifikasi dan manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan yang terkoordinasi dengan anggota-anggota rantai pasok untuk mengurangi kerentanan pada rantai pasok secara keseluruhan. Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mampu mengidentifikasi sumber risiko dan mengimplementasikan tindakan untuk menghindari kerentanan pada rantai pasok. Selain itu, manajemen risiko rantai pasok memiliki tujuan untuk mengurangi probabilitas dari kejadian risiko terjadi dan meningkatkan kemampuan untuk kembali pulih dari gangguan risiko (Pujawan dan Geraldin 2009).
 Secara umum, menurut Kayis dan Karningsih (2012) proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1.      Identifikasi Risiko
Tahapan ini untuk mengidentifikasi potensi risiko dan sumber risiko melalui pemahaman kondisi internal dan eksternal dan semua aktivitas.
2.      Penilaian Risiko
Tahapan ini untuk menentukan dampak risiko yang teridentifikasi dari tahapan sebelumnya.
3.      Evaluasi Risiko
Menentukan prioritas risiko menurut dampak dan kiterianya (keuntungan  biaya, ketersediaan sumber daya).
4.      Mitigasi Risiko
Menentukan tindakan untuk berurusan dengan risiko.
Identifikasi risiko adalah tahapan pertama dalam manajemen risiko rantai pasok. Pada tahapan ini akan mengidentifikasi rincian potensial risiko sehingga akan mempermudah para pengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam berurusan risiko (Waters, 2007). Tujuan dari identifikasi risiko adalah mengidentifikasi daerah yang terkena potensi risiko, potensial risiko, dan penyebab risiko di sekitar proses bisnis perusahaan. Namun, proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi potensial risiko serta sumber risiko, tetapi juga harus mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa risiko dalam jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih,  2012).
Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola risiko rantai pasok sangat sulit karena masing-masing risiko saling berhubungan sehingga saat melakukan strategi mitigasi pada salah satu risiko dapat menyebabkan munculnya risiko baru atau membawa dampak pada risiko lainnya. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang variasi sumber risiko dan keterkaitan risiko rantai pasok akan membantu memahami dampak pada jaringan rantai pasok sehingga memudahkan manager perusahaan mengambil tindakan strategi untuk mengurangi risiko yang bisa terjadi di dalam perusahaan (Chopra dan Sodhi, 2004).
Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system (SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan menggunakan teknik knowledge based system (KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.
Pfohl dkk (2011) mengusulkan model yang dapat menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut dikenal dengan interpretive structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai pasok.
Tahap selanjutnya dari proses manajemen risiko rantai pasok adalah penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko untuk mengevaluasi peluang terjadinya suatu kejadian dan memperkirakan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari risiko. Selain itu, tujuan dari penilaian risiko untuk memberikan informasi yang mendalam tentang risiko yang telah teridentifikasi dalam rangka untuk mengurangi dampak dan kemungkinan serta menyiapkan rencana contigency (Baird, 1986).
Penelitian terdahulu mengenai penilaian risiko pernah dikaji oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) dengan mengembangkan metodologi analytic hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko. Metode AHP digunakan untuk memprioritaskan tujuan dari rantai pasok, mengidentifikasi indikator risiko, menilai potensi dampak dari kejadian negatif, dan hubungan sebab-akibat sepanjang rantai.
Berenji dan Anantharaman (2011) mengusulkan metodologi untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dalam rantai pasok menggunakan metode Fuzzy Analytic Network Process dan Fuzzy TOPSIS. Metode Fuzzy Analytic Network Process digunakan untuk menggambarkan hubungan keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok, sedangkan untuk Fuzzy TOPSIS merupakan metode yang digunakan untuk memilih anggota yang berada di dalam rantai pasok yang memiliki risiko terbesar.
Langkah terakhir, strategi mitigasi risiko dimana data yang dikumpulkan dan diperoleh dari tahap sebelumnya. Tujuan dari strategi mitigasi risiko untuk mengambil tindakan yang dianggap tepat dan akurat untuk mengurangi probabilitas terjadinya risiko dan mengurangi dampak dari kejadian risiko.  Strategi mitigasi dapat dicapai apabila ada koordinasi dengan anggota-anggota yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok.
Berdasarkan hasil kajian literatur, penelitian terdahulu yang membahas tentang strategi mitigasi risiko pernah dilakukan oleh Pujawan dan Geraldin (2009) yang mengembangkan metodologi untuk strategi mitigasi risiko dengan pendekatan model House of risk. Pendekatan House of risk merupakan model yang menggabungkan konsep FMEA dan HOQ. Pendekatan bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi probabilitas kemuculan dari penyebab risiko dengan memberikan tindakan pencegahan pada penyebab risiko.
Sinha dkk (2004) mengusulkan metodologi untuk mitigasi risiko rantai pasok. Model ini melibatkan proses aktivitas dari identifikasi, menganalisis, solusi perencanaan dan implementasi, analisis FMEA, dan melakukan perbaikan terus-menerus. Kelima aktivitas tersebut dimodelkan dalam model IDEFO dimana setiap aktivitas memiliki imput, output, mekanisme, dan kontrol. Model ini akan diterapkan pada industri dirgantara.

2.8  Keterkaitan Risiko Rantai Pasok
Identifikasi risiko merupakan tahapan penting dalam manajemen risiko rantai pasok. Identifikasi risiko dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengidentifikasi risiko dan sumber risiko yang mungkin terjadi di dalam jaringan rantai pasok. Namun, proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi potensial risiko serta sumber risiko, tetapi juga harus mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa risiko dalam jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih,  2012).
Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola risiko dalam rantai pasok bukanlah hal yang mudah karena masing-masing risiko memiliki keterkaitan dan masing-masing risiko memiliki hubungan sebab-akibat. Identifikasi hubungan sebab-akibat sangat penting karena ada pengaruh tersembunyi dari risiko yang berkaitan dengan risiko lain yang menyebabkan kerusakan secara subtansial. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang variasi sumber risiko dan keterkaitan risiko rantai pasok akan membantu dalam memahami dampak pada jaringan rantai pasok sehingga memudahkan manager perusahaan mengambil tindakan strategi untuk mengurangi risiko yang bisa terjadi di dalam perusahaan.
Menurut Kayis dan Karningsih (2012) berpendapat bahwa dengan memahami lingkungan manufaktur yang berbeda dalam jaringan rantai pasok sangat penting untuk mengidentifikasi potensi risiko pada rantai pasok. Risiko pada rantai pasok tidak hanya diidentifikasi sebagai peristiwa yang terisolasi karena adanya keterkaitan dengan risiko lain itu penting untuk memahami dampaknya terhadap seluruh jaringan rantai pasok.
Berdasarkan hasil kajian literatur, keterkaitan risiko rantai pasok pernah diteliti oleh beberapa penelitian terdahulunya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) yang mengusulkan metode Analytical hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko pada rantai pasok. AHP akan digunakan untuk memprioritaskan tujuan rantai pasok, mengidentifikasi keterkaitan risiko, menilai potensial dampak dari kejadian risiko, dan menganalisis hubungan sebab akibat di sepanjang rantai pasok.
Pfohl dkk (2011) mengusulkan model yang dapat menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut dikenal dengan interpretive structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai pasok.
Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system (SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan menggunakan teknik knowledge based system (KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar