2.9
Diagram Sebab Akibat
Diagram Ishikawa
pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaour Ishikawadari Universitas Tokyo
1953. Diagram sebab akibat disebut juga dengan diagram Ishikawa atau diagram
tulang ikan (fish bone) karena bentuknya menyerupai kerangka tulang ikan yang
bagian-bagiannya meliputi kepala, sirip, dan duri. Diagram sebab akibat adalah
suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram
sebab akibat juga merupakan alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi,
dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan
dengan suatu permasalahan.
Umumnya diagram sebab
akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai penyebab dari suatu akibat
(effect). Kelima faktor tersebut adalah man (manusia, tenaga kerja), method
(metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Diagram
sebab akibat ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi permasalahan dan
menentukan penyebab dari munculnya permasalahan tersebut. Untuk mencari
penyebab dari permasalahan dapat ditemukan dari 5M dan didapatkan dari teknik
brainstorming.
Manfaat pengunaan
diagram sebab akibat antara lain :
- Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah. Hubungan ini akan terlihat dengan mudah pada diagram sebab akibat yang telah dibuat.
- Diagram sebab akibat akan memudahkan mengilustrasikan permasalahan utama secara ringkas sehingga tim akan mudah menangkap permasalahan utama.
- Memudahkan tim beserta anggota tim untuk melakukan diskusi dan menjadikan diskusi lebih terarah pada masalah dan penyebabnya.
- Memfokuskan tim pada penyebab masalah.
- Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah. Dengan menggunakan teknik brainstorming para anggota tim akan memberikan sumbang saran mengenai penyebab munculnya masalah. Berbagai sumbang saran ini akan didiskusikan untuk menentukan mana dari penyebab tersebut yang berhubungan dengan masalah utam termasuk menentukan penyebab yang dominan.
Langkah-langkah
dalam penyusunan diagram sebab akibat/fishbone sebagai berikut :
1. Membuat kerangka diagram sebab akibat/fishbone. Diagram Fishbone meliputi kepala ikan yang diletakkan pada bagian kanan diagram. Kepala ikan ini nantinya akan digunakan untuk menyatakan masalah utama. Bagian kedua merupakan sirip, yang akan digunakan untuk menuliskan kelompok penyebab permasalahan. Bagian ketiga merupakan duri yang akan digunakan untuk menyatakan penyebab masalah. Bentuk kerangka diagram sebab akibat dapat digambarkan seperti gambar 2.3 sebagai berikut:
2. Merumuskan masalah utama. Masalah merupakan perbedaaan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang ditargetkan. Masalah utama ini akan ditempatkan pada bagian kanan dari diagram sebab akibat atau ditempatkan pada kepala ikan. Berikut contoh rumusan masalah utama adalah masalah keterlambatan pengiriman yang disebabkan oleh terlambat muatan, kerusakan pada truk, kemacetan lalu lintas, dan terlalu banyak tempat pemberhentian.
3. Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan teknik brainstorming. Penyebab permasalahan dapat dikelompokkan dalam enam kelompok yaitu man ( manusia, dan tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Kelompok penyebab masalah ini ditempatkan di diagram fishbone pada sirip ikan.
4. Menemukan penyebab untu masing-masing kelompok penyebab masalah. Penyebab ini ditempatkan pada duri ikan.
5. Langkah selanjutnya setelah masalah dan penyebab masalah diketahui, maka selanjutnya dapat menggambarkannya dalam diagram fishbone.
2.10
Pendekatan House of Risk
Pujawan dan Geraldin (2009) mengembangkan
model manajemen risiko rantai pasok menggunakan metode konsep House of Quality dan Failure modes and
effects analysis (FMEA) untuk menyusun suatu framework dalam mengelola
risiko rantai pasok yang dikenal dengan istilah pendekatan house of risk (HOR). Pendekatan HOR bertujuan untuk
mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi probabilitas
kemunculan dari penyebab risiko dengan memberikan tindakan pencegahan pada
penyebab risiko. Agen risiko atau penyebab risiko merupakan faktor penyebab
yang mendorong timbulnya risiko. Dengan mengurangi agen risiko berarti
mengurangi timbulnya beberapa kejadian risiko.
Konsep house of quality berasal dari metode quality function deployment (QFD).
Konsep dari house of quality akan
membantu dalam proses perancangan strategi sehingga dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi atau
mengeliminasi penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Oleh karena itu,
perubahan fungsi HOQ dari perencanaan produk menjadi tool perencanaan strategi
mitigasi risiko, maka istilah house of
risk (HOR) akan digunakan untuk mengganti istilah HOQ.
Dalam tahapan FMEA,
penilaian risiko dapat diperhitungkan melalui perhitungan RPN yang diperoleh
dari perkalian probabilitas terjadinya risiko, dampak kerusakan yang
dihasilkan, dan deteksi risiko. Namun, dalam pendekatan house of risk perhitungan nilai RPN diperoleh dari probabilitas
agen risiko dan dampak kerusakan jika risiko itu terjadi.
Agen risiko yang timbul
akan mendorong beberapa kejadian risiko, maka besarnya nilai aggregate risk potential dari agen
risiko perlu dihitung. Aggregate Risk
Potential (ARP) merupakan aggregate dampak kerusakan yang disebabkan oleh agen
risiko. Besarnya nilai ARP dapat dihitung dengan mengalikan probabilitas agen
risiko dengan aggregate dampak kejadian risiko yang disebabkan oleh penyebab
risiko (agen risiko).
Secara garis besar,
tahapan dalam framework perencanaan strategi dengan menggunakan tool house of risk (HOR) terbagi menjadi dua
fase yaitu fase identifikasi risiko sesuai pada gambar 2.4 dan fase penanganan
terhadap risiko sesuai pada gambar 2.5 di bawah ini.
Tahapan dalam House of Risk 1 digunakan untuk
menentukan agen risiko yang harus diberikan prioritas untuk tindakan
pencegahan.
- Tahap 1 :
Identifikasi proses bisnis/aktivitas rantai pasok perusahaan berdasarkan model SCOR (plan, source, make, deliver, dan return). Pembagian proses bisnis ini bertujuan untuk mengetahui dimana risiko tersebut muncul, mengidentifikasi risiko, dan mengidentifikasi penyebab risiko.
- Tahap 2 :
Identifikasi kejadian risiko di setiap aktivitas proses bisnis yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Risiko merupakan kejadian yang mungkin timbul dan jika kejadian itu benar-benar terjadi akan menghasilkan dampak merugikan bagi perusahaan.
- Tahap 3 :
Identifikasi besarnya dampak (severity) dari kejadian risiko. Nilai ini menyatakan seberapa besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Besarnya dampak yang dihasilkan ditentukan dengan mengunakan skala 1-10.
- Tahap 4 :
Identifikasi agen penyebab risiko sebagai pemicu timbulnya risiko dan identifikasi probabilitas terjadinya agen risiko sebagai tingkat peluang frekuensi kemunculan suatu agen risiko.
- Tahap 5 :
Menentukan besarnya hubungan korelasi antara kejadian risiko dengan agen penyebab risiko. Bila suatu agen risiko menyebabkan risiko, maka dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi ini memiliki bobot, dimana semakin besar korelasi antara suatu penyebab risiko dan risiko maka akan ditandai dengan skala nilai yang semakin besar. Besarnya hubungan korelasi ini dapat ditentukan dengan menggunakan skala 0,1,3,9. Nilai 0 bila tidak ada korelasi, nilai 1 bila korelasi lemah, nilai 3 bila korelasi sedang, dan nilai 9 bila korelasinya kuat.
- Tahap 6 :
Menentukan nilai Aggregate risk potential (ARP). Nilai ARP akan digunakan sebagai masukan untuk menentukan prioritas agen risiko mana yang akan diberikan prioritas untuk diberikan tindakan pencegahan terhadap agen risiko.
- Tahap 7 :
Berdasarkan nilai ARP, penyebab risiko dapat diurutkan.
2.10.2
Fase Penanganan Risiko
Tahapan berikutnya
masuk ke dalam tahapan house of risk
2, Di dalam tahapan ini, perusahaan akan memilih sejumlah tindakan dianggap efektif
untuk mengurangi probabilitas dari agen risiko.
- Tahapan 1
Memilih sejumlah agen risiko yang memiliki nilai ARP terbesar.
- Tahapan 2
Identifikasi tindakan pencegahan yang dianggap efektif menangani dan mencegah agen risiko.
- Tahapan 3
Menentukan besarnya korelasi antara tiap tindakan dan agen risiko.
- Tahapan 4
Menghitung nilai total efektivitas untuk tiap tindakan.
- Tahapan 5
Menentukan besarnya tingkat kesulitan untuk melakukan tiap tindakan.
- Tahapan 6
Menghitung besarnya total efektivitas untuk ratio tingkat kesulitan.
- Tahapan 7
Mengurutkan tiap tindakan berdasarkan besarnya rasio tingkat kesulitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar