Sabtu, 20 April 2013

Tinjauan Pustaka



2.7 Supply Chain Risk Management (SCRM)
Banyak kejadian yang terjadi dalam rantai pasok dan kejadian tersebut menyebabkan permasalahan operasional dan terhentinya aktivitas bisnis. Seperti kejadian yang dialami oleh Ericsson pada tahun 2000, Ericsson mengalami kegagalan untuk memenuhi permintaan pelanggan akibat peristiwa kebakaran yang dialami oleh pemasok sehingga perusahaan harus menghadapi kerugian sebesar $2.34 miliyar (Kayis and Karningsih, 2012). Dari pengalaman yang dialami oleh perusahaan Ericsson menunjukkan bahwa risiko memiliki dampak yang merugikan dan berakibat pada kerugian secara financial.
Risiko yang timbul dari setiap kejadian, tetapi dapat dikelola berdasarkan kebutuhan organisasi. Pendekatan untuk mengelola risiko disebut manajemen risiko rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok merupakan bagian dari mengelola rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok (SCRM) telah menjadi perhatian utama.
Mengelola risiko rantai pasok penting dilakukan untuk memastikan langkah-langkah yang tepat diambil sehingga konsekuensi yang merugikan dari gangguan rantai pasok bisa dihindari dan diminimalkan (Kayis and Karningsih, 2012). Manajemen risiko rantai pasok adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon risiko di sepanjang organisasi (Waters, 2007)
Menurut Norrman dan Jansson (2004), manajemen risiko rantai pasok dapat berjalan dengan baik apabaila ada kolaborasi antara anggota-anggota yang berada dalam rantai pasok untuk menerapkan proses manajemen risiko rantai pasok secara bersama-sama sebagai alat untuk berurusan dengan risiko dan ketidakpastiaan yang disebabkan oleh aktivitas logistik. Tujuan dari manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba menghindari dampak yang sangat merugikan dari terjadinya suatu kejadian yang dapat dimiliki oleh rantai pasok.
Menurut Peck dkk (2003), definisi manajemen risiko rantai pasok adalah proses identifikasi dan manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan yang terkoordinasi dengan anggota rantai pasok untuk mengurangi kerentanan pada rantai pasok secara keseluruhan. Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mampu mengidentifikasi sumber risiko dan mengimplementasikan tindakan untuk menghindari kerentanan pada rantai pasok. Selain itu, manajemen risiko rantai pasok memiliki tujuan untuk mengurangi probabilitas dari kejadian risiko terjadi dan meningkatkan resilence yang mampu kembali dari gangguan risiko (Pujawan dan Geraldin 2009).
 Secara umum, menurut Kayis dan Karningsih (2012) proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1.      Identifikasi Risiko
Tahapan ini untuk mengidentifikasi potensi risiko dan sumber risiko melalui pemahaman kondisi internal dan eksternal dan semua aktivitas.
2.      Analisis Risiko
Tahapan ini untuk menentukan dampak risiko yang teridentifikasi dari tahapan sebelumnya.
3.      Evaluasi Risiko
Menentukan prioritas risiko menurut dampak dan kiterianya (keuntungan  biaya, ketersediaan sumber daya).
4.      Mitigasi Risiko
Menentukan tindakan untuk berurusan dengan risiko.
Identifikasi risiko adalah tahapan pertama dalam manajemen risiko rantai pasok. Pada tahapan ini akan mengidentifikasi rincian potensial risiko sehingga akan mempermudah para pengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam berurusan risiko (Waters, 2007). Tujuan dari identifikasi risiko adalah mengidentifikasi daerah yang terkena potensi risiko, potensial risiko, dan penyebab risiko di sekitar proses bisnis perusahaan.
Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang metodologi untuk identifikasi risiko telah dilakukan oleh Kayis dan Karningsih (2012) dengan mengembangkan teknik knowledge based system (KBS) atau dikenal dengan supply chain risk identification system (SCRIS). Model SCRIS dikembangkan untuk mengidentifikasi rincian sumber risiko dan keterkaitan antar risiko.
Tahap selanjutnya dari proses manajemen risiko rantai pasok adalah penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko untuk mengevaluasi peluang terjadinya suatu kejadian dan memperkirakan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari risiko. Selain itu, tujuan dari penilaian risiko untuk memberikan informasi yang mendalam tentang risiko yang telah teridentifikasi dalam rangka untuk mengurangi dampak dan kemungkinan serta menyiapkan rencana contigency (Baird, 1986).
Penelitian terdahulu mengenai penilaian risiko pernah dikaji oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) dengan mengembangkan metodologi analytic hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko. Metode AHP digunakan untuk memprioritaskan tujuan dari rantai pasok, mengidentifikasi indikator risiko, menilai potensi dampak dari kejadian negatif, dan hubungan sebab-akibat sepanjang rantai.
Langkah terakhir, strategi mitigasi risiko dimana data yang dikumpulkan dan diperoleh dari tahap sebelumnya. Tujuan dari strategi mitigasi risiko untuk mengambil tindakan yang dianggap tepat dalam mengurangi probabilitas terjadinya risiko dan mengurangi dampak dari kejadian risiko.  Strategi mitigasi dapat dicapai apabila ada koordinasi dengan anggota-anggota yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok. Berdasarkan hasil kajian literatur, penelitian terdahulu yang membahas tentang strategi mitigasi risiko pernah dilakukan oleh Pujawan dan Geraldin (2009) yang mengembangkan metodologi untuk strategi mitigasi risiko dengan pendekatan model House of risk. Pendekatan House of risk merupakan model yang menggabungkan konsep FMEA dan HOQ. Pendekatan ini difokuskan sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebab risiko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar